Friday, June 22, 2007

ANALISA KASUS BULOGGATE II DITINJAU DARI FUNGSI DAN PERAN HUKUM BIROKRASI NEGARA

Latar Belakang
Permasalahan yang sering timbul dalam birokrasi negara adalah permasalahan tidak bisa membedakan antara kepentingan pribadi dan kepentingan negara atau jabatan sehingga banyak terjadi penyalahgunaan wewenang dari seorang pejabat publik.
Dalam pada itu, kita sekarang juga sedang menyaksikan kontroversi yang cukup hangat, yakni tentang pembentukan Pansus Buloggate II yang melibatkan Akbar Tandjung dalam dugaan penyalahgunaan uang negara Rp 40 miliar, di mana Akbar Tandjung sendiri telah menjadi tersangka. melihat sejak semula bahwa ujung dari proses politik di DPR, termasuk pembentukan Pansus Buloggate II, apabila mengenai kasus hukum, maka memang proses hukum yang transparan terhadap kasus itulah yang menjadi tujuan utamanya.
Sesungguhnya tidak benar anggapan bahwa kalau jika Pansus Buloggate II dibentuk, maka kemudian terjadi proses politisasi dari kasus hukum tersebut. Untuk mengambil sikap yang konsisten, maka prinsip dasar yang harus diambil adalah ujung dari Pansus Buloggate II adalah membawa kasus itu kepada proses pengadilan yang benar, transparan, dan tidak tertunda-tunda lantaran berbagai perhitungan nonhukum.
Dijadikannya Akbar Tandjung sebagai tersangka oleh Jaksa Agung, maka cukup jelas bahwa proses hukum telah berjalan dan harus kita beri kesempatan yang cukup fair agar proses hukum ini bisa melaju seperti yang kita inginkan. Sementara itu, desakan masyarakat untuk melihat penyelesaian kasus Buloggate II ini juga harus kita perhatikan secara sungguh-sungguh. Namun dalam kaitan ini, ada juga argumen yang perlu, Kembali pada masalah Pansus Buloggate II, yang penting adalah kita berikan kesempatan yang fair buat Kejaksaan Agung untuk memroses kasus Akbar ini dengan transparan dan tanpa ragu-ragu, dengan catatan pembentukan Pansus Buloggate II bisa diperlambat sambil menanti keberanian Kejagung untuk memroses kasus ini secara benar.[1]
Perlu juga ditambahkan bahwa ada tugas-tugas DPR yang cukup banyak dan berat yang harus diselesaikan, yaitu menyangkut legislasi berbagai masalah nasional terutama juga undang-undang pemilu yang baru nanti, yang tentu akan memakan waktu, dan juga usaha-usaha para wakil rakyat untuk melakukan langkah-langkah korektif terhadap pemerintah terutama mengenai hal-hal yang lebih besar lagi. Kita bisa memahami apabila Pansus Buloggate II pada prinsipnya harus dibentuk, manakala proses hukum menjadi tersendat-sendat. [2]

Dalam makalah ini akan di analisa bagaimana kasus bulog ditinjau dari segi hukum Birokrasi Negara yang melibatkan beberapa pejabat publik di Negara Republik Indonesia yaitu: Ir. Akbar Tanjung pada saat itu menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara dan Kepala Badan Urusan aLogistik yaitu, Ir. Rahardi Ramelan dan terjadi pada saat pemerintahan Presiden Prof.Dr. Habibie.
Dalam kasus ini terjadi banyak kejanggalan-kejanggalan birokrasi, bagaimana bisa dana anggaran untuk Badan Urusan Logistik sebesar 40 milyar dengan begitu mudahnya mengalir dari Badan Urusan Logistik ke Menteri Sekretasi Negara dan dengan begitu mudah turun ke Yayasan Raudlatul Jannah yang sama sekali tidak dikenal dan ada kemungkinan fiktif. Hal ini sangat tidak jelas dalam hal transparansi dan penggunaan wewenang dalam pejabat negara.

b. Pokok Permasalahan
Pokok permaslahan yang ada akan dibahas didalam makalah ini adalah:
“ Bagaiamana kasus Buloggate II ditinjau dari fungsi dan peran Hukum Birokrasi Negara?”

c. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah :
1. Memberikan suatu analisa ditinjau dari segi Hukum Birokrasi Negara mengenai Kasus Buloggate II.
2. Memberikan informasi dan solusi atas kasus Buloggate II ditinjau dati segi Hukum Birokrasi Negara.
















ANALISA KASUS BULOGGATE II DITINJAU DARI FUNGSI DAN PERAN HUKUM BIROKRASI NEGARA

A.Posisi kasus

Pada saat bulan-bulan terakhir ini masyarakat disedot perhatiannya oleh usaha pemerintah dalam penegakan hukum dan pemberantasan KKN yang dilakukan pemerintah. Paling tidak di atas kertas, atau secara lahiriah, sepertinya pemerintah sedikit mulai berani menegakkan supremasi hukum dalam rangka terutama menanggulangi penyakit kronis bangsa yang berupa korupsi, kolusi dan nepotisme. Sebagai misal, Syahril Sabirin tersangka dalam kasus Bank Bali yang kemudian menjadi terdakwa, akhirnya sudah menjadi terpidana dengan memperoleh 3,5 hukuman penjara. Mereka yang jadi tersangka dalam perkara Buloggate II juga telah ditahan, termasuk Akbar Tandjung yang kebetulan menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Ketua DPR RI. Malah secara beruntun masyarakat juga disuguhi beberapa berita yang menarik, sejak dari Beddu Amang yang telah menjadi terdakwa sampai Bustanil Arifin, Tanri Abeng, Soebiyakto Tjakrawerdaya, dan Hasjim Djoyohadikusumo, di mana yang terakhir ini bukan saja menjadi tersangka, melainkan telah ditahan di Rutan Salemba.
Sampai saat ini belum terselesaikannya kasus ini mkungkin disebabkan oleh jabatan para pihak yang bermaslah sehingga menimbulkan conflict of interest dari pemerintah karena walau bagaimanapun Kejaksaan Agung dan pihak kepolisian adalah berada dibawah pemerintah sehingga sangat sulit untuk membedakan mana kepentingan politik dan mana kepentingan hukum.[3]
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa dalam negara manapun semuanya mengakui adanya suatu asas persamaan didepan hukum atau Equality Before The Law, seperti asas hukum Rule Of Law yang dipakai dalam negara Anglo Saxon bahwa Rule Of law melingkupi:
1. Supremacy Of Law
2. Equality before the law
3. Constitrution based on human rights.[4]
Hal seperti inilah yang seharusnya menjadi pedoman bagi penegakan supremasi hukum di Indonesia. Dan hal ini sebenarnya telah tercantum dalam Undang Undang Dasar tahun 1945 tepatnya pasal 27. yang berbunyi
1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Sehingga jelas dalam negara republik Indonesia tidak ada perbedaan dalam perlakuan hukum bagi seluruh warga negara.
Dalam kasus ini telah terjadi pengaliran dana untuk bantuan korban bencana alam di Indonesia yang dialirkan dari pemerintah melalui rapat kabinet dan diputuskan memakai dana non budgeter bulog ( badan urusan logistik ) yang dikepalai oleh Rahardi Ramelan dan disalaurkan ke Menteri Sekretaris Negara, dan dari menteri Sekretaris Negara disalurkan kepada Yayasan Raudlatul Jannah yang hal ini melibatkan Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang, dan Winfried adalah salah satu kader Golkar.[5]
Yang menjadi permasalahan adalah pengaliran dana dari Rapat Kabinet dan penyaluran dana dari Yayasan Raudlatul Jannah.

b. Tinjauan dari segi Hukum Birokrasi Negara
Birokrasi sebagi suatu sistem kerja dimaksudkan sebagi sistem kerja yang berdasarkan atas tata hubungan kerjasama antara jabatn-jabatan secara zakelijk langsung mengenai persoalan atau halnya, formil/tepat menurut prosedur dan peraturan-peraturan yang berlaku dan jiwa impersonal/tidak ada sentimen, tanpa emosi atau pilih kasih tanpa pamrih atau prasangka-prasangka.[6]
Dalam Hukum Birokrasi Negara khususnya dalam manajemen terpadu yang kita ketahui bahwa proses ini meliputi
1. Planning
2. Organization
3. coordination
4. Motivating
5. Controlling
Yang didalamnya terdapat unsur pendanaan dan aliran dana termasuk kedalam Planning dan organization.
Dalam unsur planning ada unsur budgeting didalamnya dan dalam organization bagaimana delegasi kewenangan tanggung jawab dan pembakuan hubungan kerja juga identifikasi pekerjaan.
Unsur dalam kasus ini adalah terdapat dalam masalah budgeting yang merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kasus ini dana yang seharusnya dialokasikan untuk masalah penanganan pangan disalurkan melalui Menteri Sekretaris Negara dan dana ini adalah dana Badan Urusan Logistik. Dana ini memang tidak ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sehingga perlu diteliti dari manakah asal dana ini.
Dan terlepas dari itu hal yang terpenting dari sudut delegasi dan kewenangan dan tanggungjawab hal ini agaknya menjadi titik tolak permasalahan, seharusnya delegasi kewenangan dan tanggung jawab merupakan suatu proses yang mencari orang-orang yang tepat untuk diberikan tanggung jawab dan kewenangan yang disesuaikan dengan bobot unitnya ( setelah dibentuk diatas).
Apakah penunjukan Menteri Sekretaris Negara sebagai penyalur dana ke daerah tempat bencana adalah hal yang tepat dan seharusnya Menteri Sekretaris negara berkonsultasi dengan menteri sosial pada saat itu dan harus melalui perbendaharaan negara atau melalui menteri keuangan. Jika hal ini mendapat perhatian yang baik dalam menentukan alur pengaliran uang sehinggamengikuti prosedur yang biasa dilaksanakan.
Kemudian yang memberatkan adalah ketika dana disalurkan ke Yayasan Raudatul Jannah yang sama sekali tidak terkenal, apakah hal ini disengaja untuk menghindari transparansi pengaliran dana, jika dana tersalurkan secara transparan maka pertanggungjawaban akan dana tidak menjadi suatu permasalahan.

c. Ditinjau dari patologi birokrasi.
Jika ditinjau dari sudut Hukum biorokrasi negara maka patologi birokrasi dapat dikategorikan dalam lima kelompok, sebagi berikut.
1. patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para pejabat dilingkungan birokrasi.
2. Patologi yang disebabkan karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagi kegiatan operasional.
3. Patologi yang timbul karena tindakan para anggota birokrasi yang melanggar norma-norma hukum dan peraturan perundang-undanagn yang berlaku.
4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif.
5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi dalam lingkungan pemerintahan.
Jika dikaitkan dalam kasus Bulog yang melibatkan Mensesneg maka hal ini dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan jabatan dan hal ini dikarenakan perilaku yang kurang baik dari para pejabat negara.
Hal ini bisa disebabkan karena berbagai hal, seperti
1. Kecendrungan mempertahankan status quo /ketakutan pada perubahan
2. Pertentangan kepentingan
3. Menerima suap atau sogok.
Masalah bulog harus ditinjau dari pengaliran dana yang ada dalam kasus ini. Sehingga kasus ini dapat ditinjau secara jelas, akan tetapi karena masih dalam taraf proses persidangan maka akan semakin tidak jelas jika dibahas dalam aliran dana.
Akan tetapi jika dana tersebut digunakan untuk kepentingan partai seperti banyak dilansir media massa maka hal ini akan menjadi suatu kasus penyalahgunaan kekuasaan ( abuse of power) dan bisa dikategorikan dalam kasus korupsi.








ANALISA

Kasus bulog menambah kelam sejarah Birokrasi Negara Republik Indonesia yang memang tidak baik. Perlu difikirkan kembali bagaimana mengatasi hal-hal seperti ini sehingga tidak terjadi lagi kesalahan birokrasi negara seperti ini, dan yang perlu dipikirkan kembali adalah bagaimana menata kembali Hukum Birokrasi Negara kita.
Kasus ini merupakan kasus dalam pengertian administrasi sebagai suatu proses tata kerja penyelenggaraan atau dengan perkataan lain sebagai suatu proses teknis.
Didalam rangka penegertian administrasi sebagai suatu proses teknis terdapat tata usaha. Tata usaha adalah esensi daripada pekerjaan kantor dan sebagai fungsi atau aktivitas, dan tata usaha berarti pengolahan, perhitungan dan penarikan sari serta penyusunan ikhtisar tentang pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh administrasi. Ini dalamnya termasuk pengerjaan, pencatatan, penyimpanan secara sistematis serta pertanggungjawaban daripada surat-surat,dokumen-dokumen,uang-uang, bahan-bahan material,dan alat-alat perlengkapan yang dipergunakan sehari-hari.[7]
Hal-hal yang menyebabkan kasus ini terjadi adalah yang pasti karena alasan penyaluran dana diatas terjadi atas ketidakberdayaan administrasi negara, dan hal ini akan mengakibatkan ketidakjelasn pencatatan dan mengakibatkan ketidakjelasan pertanggungjawaban.
Jika dan ini akan digunakan dalam pendanaan partai maka bukan tidak mungkin para pejabat negara kita tidak bisa membedakan apa yang didefinisikan sebagai kepentingan negara dan apa yang disebut sebagai kepentingan partai. Sehingga alangkah baiknya adanya pemisahan yang jelas antara jabatan partai dan jabatan negara, hal ini bisa diterapkan jika tidak bisa dilakukan contoh yang baik dari pejabat negara.
Kasus Bulog terjadi disebabkan ketidakmampuan manajemen seorang Menteri Sekretaris Negara dalam mengolah dan menyampaikan amanah dari Sidang Kabinet sehingga perlu dicari jalan untuk menyelamatkan sang menteri, Kepala Bulog dan yang mendapat kucuran dana dari dana bulog.






KESIMPULAN DAN SARAN

Kasus bulog ini perlu diselesaikan secara baik, baik dari segi politik dan segi hukum. Tetapi akan lebih baik jika diselesaikan melalui proses hukum. Karena proses hukum akan menyelesaikan proses yang lain secara keseluruhan. Jika hal ini ddiselesaikan secara politik maka akan sulit untuk mencari jalan keluar dari kasus ini, karena secara dasar hukum hal tersebut tidak kuat dan tidak dapat menyelesaikan secara baik.
Penyelesaian masalah melalui proses hukum seharusnya tidak boleh dicampuri oleh proses politik, karena secara prinsip semua warga negara dihadapan hukum adalah sama, jika kita melanggar prinsip ini maka kita akan kembali kesejarah lama dalam pemerintahan yang tiran.
Prinsip Hukum administrasi telah dilanggar dalam masalah ini sehingga jelas akan menimbulkan kesalahan juga dalam maslah Hukum Birokrasi Negara. Kasus ini telah merusak tata cara birokrasi tentang pengaliran dana, sehingga dana yang begitu besar tidak ada pertanggungjawabannya sehingga mengakibatkan keresahan masyarakat sehingga hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah yang berkuasa dengan menghilangkan intervensi politik dalam bentuk apapun.
Kepemimpinan negara dalam masalah bulog kembali dipertanyakan kekuatannya dan sistemnya, karena dengan begitu mudahnya uang 40 milyar keluar dari Badan Urusan Logistik. Sehingga perlu diperbaiki sitem Kepemimpinan dan manajerial negarayang baik oleh para pejabat negara.

c.Saran-saran

1. Adanya perbaikan Sistem Administrasi Negara dengan adanya pencatatan dan transparansi dalam mengolah dana negara khususnya dalam kasus ini adalah dana non budgeter BULOG.
2. Adanya perbaikan manajemen negara, karena seperti kita ketahui manajemen adalah proses yang menggerakkan dan mengarahkan tindakan aktivitas dan fasilitas dalam usaha kerjasama agar tujuan yang telah ditentukan benar-benar tercapai.
3. Adanya pelaksanaan proses hukum tanpa intervensi dalam kepentingan apapun dalam kasus BULOG yang melibatkan pejabat negara dan mantan pejabat negara.




DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981
Siagian, Sondang, Proses Patologi Birokrasi Analisis Identifikasi, Ghalia Indonesiam, Jakarta, 1994
Indonesia, Undang Undang Dasar 1945, Sinar Grafika, Jakarta, 2000
Fatimah, Siti, Hayati, Tri, Hukum Birokrasi Negara, FHUI, Depok, 2000
Robinson, Dave, Garrat, Chris, Mengenal Etika For Beginners, Mizan, Jakarta, 1997
Noer, Deliar, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Mizan, Jakarta, 1996
http://kompas.com/berita-terbaru/0112/06/headline/024.htm
http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=73809&kat_id=23
www.detik.com

[1] Amin Rais, www. Detik.com, tabloid adil
[2] Amin Rais, www. Detik.com, tabloid adil
[3] www. Republika.co.id
[4] Miriam Budiarjo, Dasar dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1999
[5] www.kompas.com
[6] Siti Fatimah, Tri Hayati, Hukum Birokrasi Negara, FHUI, Depok, 2000

[7] Prof. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981

No comments: